Banner Donasi Pengembangan Media

Sejarah Laksamana Malahayati: Pemimpin Inong Balee yang Mengguncang Penjajah, Laksamana Wanita Pertama di Asia Tenggara

Lukisan Kemalahayati

trimedianews.com – Bogor.Laksamana Malahayati, yang juga dikenal dengan nama Keumalahayati, lahir pada 1 Januari 1550 di Aceh Besar, Kesultanan Aceh. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang memiliki latar belakang militer. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, dan kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah, keduanya adalah panglima angkatan laut di Kesultanan Aceh. Keluarganya yang terlibat dalam militer membentuk dasar pendidikan dan kariernya di bidang angkatan laut.

Pendidikan dan Karier Awal

Malahayati dibesarkan dalam lingkungan yang mengutamakan pendidikan militer. Ia menempuh pendidikan di Ma’had Baitul Maqdis, sebuah akademi militer yang melatih calon pemimpin militer di Aceh. Di sana, ia mempelajari strategi perang dan taktik maritim, yang kelak membantunya dalam memimpin pasukan.

Kepemimpinan Pasukan Inong Balee

Setelah suaminya, Laksamana Tuanku Mahmuddin, gugur dalam pertempuran melawan Portugis, Malahayati mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri dari janda-janda prajurit yang gugur. Usulannya diterima, dan ia diangkat sebagai pemimpin pasukan Inong Balee, yang terdiri dari sekitar 2.000 orang janda prajurit. Pasukan ini dikenal karena keberanian dan keterampilan tempur mereka.

Pertempuran Melawan Penjajah

Malahayati memimpin Inong Balee dalam berbagai pertempuran melawan penjajah, terutama Belanda dan Portugis. Salah satu pertempuran paling terkenal terjadi pada 11 September 1599, ketika ia berhadapan langsung dengan Cornelis de Houtman, seorang penjelajah Belanda. Dalam duel tersebut, Malahayati berhasil membunuh de Houtman, yang meningkatkan reputasinya sebagai pemimpin militer.

Diplomasi dan Perundingan

Selain sebagai pemimpin militer, Malahayati juga terlibat dalam diplomasi. Ia mengirim utusan ke Belanda untuk melakukan perundingan damai setelah menangkap Frederick de Houtman, saudara Cornelis. Dalam perundingan tersebut, Malahayati berhasil mendapatkan ganti rugi dari Belanda atas kerugian yang ditimbulkan selama konflik.

Warisan dan Penghargaan

Malahayati meninggal pada 30 Juni 1606 dan dimakamkan di Krueng Raya, Aceh Besar. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 9 November 2017, bersama dengan tiga pahlawan lainnya. Namanya kini diabadikan dalam berbagai bentuk, termasuk nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Malahayati, serta pelabuhan dan institusi pendidikan di Aceh.

Laksamana Malahayati adalah simbol keberanian dan kepemimpinan perempuan dalam sejarah Indonesia. Perjuangannya melawan penjajahan dan upayanya untuk memberdayakan perempuan melalui pasukan Inong Balee menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

(Fhirman)

Sumber Referensi

1. Tjandraningrat, B., “Historiografi Pahlawan Nasional”, Jurnal Sejarah Nusantara.

2. Hasanuddin Syahrani (2016), “Peran Perempuan Dalam Sejarah Militer Indonesia”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3. Supriyadi (2021), “Kepemimpinan Perempuan Dalam Sejarah Indonesia”, Jakarta: Buku Litera.

4. Website resmi Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Aceh Dinas Kebudayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *