Keterangan Foto (Suara.com/Adhitya Hilmawan)

trimedianews.com – Jakarta.Center for Budget Analysis (CBA) mencermati langkah Menteri PUPR Dody Hanggodo yang melakukan mutasi besar-besaran di lingkungan Kementerian PUPR sepanjang Juli 2025. Setelah sebelumnya pada 4 Juli 2025 melakukan mutasi enam pejabat eselon I, Menteri Dody kembali melantik 520 pejabat struktural pada 18 Juli 2025, terdiri dari 65 pejabat eselon II dan 455 pejabat eselon III.

Kebijakan ini diklaim sebagai upaya “penyegaran” birokrasi, peningkatan efektivitas organisasi, dan penekanan kebocoran anggaran, selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam mendorong penurunan ICOR menjadi <6, pertumbuhan ekonomi 8% per tahun, dan kemiskinan 0% melalui pembangunan infrastruktur.

Namun demikian, temuan internal CBA mencatat sejumlah hal yang perlu dievaluasi secara serius agar kebijakan mutasi besar ini tetap sejalan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.

Pertama, CBA menemukan adanya pejabat yang dinonaktifkan sebelum genap satu tahun menjabat, bahkan terdapat pejabat yang baru beberapa bulan menduduki jabatan kemudian dilantik ke posisi yang lebih tinggi. Hal ini memunculkan pertanyaan publik mengenai prosedur mutasi, transparansi, dan objektivitas dalam penilaian kinerja yang menjadi dasar kebijakan tersebut.

Kedua, CBA mencatat adanya loncatan jabatan signifikan dari posisi Direktur langsung menjadi Sekretaris Jenderal. Mengingat posisi Sekjen merupakan jabatan strategis dengan tanggung jawab besar, proses pengisian jabatan ini semestinya dilakukan secara terbuka dan berbasis prinsip meritokrasi, guna menghindari persepsi negatif dan potensi konflik kepentingan di masyarakat.

Ketiga, narasi efisiensi APBN dan penurunan ICOR yang menjadi dasar mutasi perlu disertai penjelasan indikator capaian yang terukur. Upaya penurunan ICOR memerlukan perbaikan menyeluruh pada perencanaan, pelaksanaan proyek, serta sistem monitoring evaluasi, bukan hanya sekadar rotasi pejabat dalam waktu singkat.

Keempat, Kementerian PUPR mengelola proyek infrastruktur bernilai ratusan triliun rupiah. Mutasi besar terhadap 520 pejabat struktural tanpa keterbukaan informasi berpotensi multitafsir publik, memunculkan persepsi adanya kepentingan tertentu, serta membuka ruang konflik kepentingan dalam pengelolaan proyek strategis nasional.

Kelima, pernyataan Menteri Dody bahwa “dalam pengelolaan anggaran negara yang besar ini, satu-satunya yang mengawasi kita adalah Tuhan, bukan KPK, Polisi, atau Irjen” perlu direspons secara serius. Kalimat ini berpotensi menimbulkan multitafsir di tengah upaya penguatan akuntabilitas dan pencegahan korupsi dalam pengelolaan APBN sektor infrastruktur.

CBA Mendorong Evaluasi Presiden dan Pengawasan Independen

Atas dasar tersebut, CBA mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses mutasi di Kementerian PUPR, memastikan kebijakan mutasi dilakukan sesuai prinsip akuntabilitas, kebutuhan organisasi, dan profesionalisme birokrasi, bukan untuk kepentingan jangka pendek yang dapat menghambat efektivitas pembangunan.

CBA juga mendorong KPK dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mencermati proses mutasi ini secara independen, guna memastikan kepatuhan terhadap prinsip meritokrasi dan mengantisipasi potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan proyek infrastruktur nasional yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi.

Mutasi pejabat publik pada dasarnya merupakan instrumen untuk memperkuat kinerja birokrasi, bukan menjadi alat kepentingan sempit yang justru mengganggu efektivitas pembangunan infrastruktur dan pengelolaan APBN secara efisien serta akuntabel.

(Dody)

Tinggalkan Balasan