Aliran Dana Ke Komisioner KPU Kota Bogor, Pengamat : Jelas Gratifikasi, Harus Ada Proses Hukum

trimedianews.com – Kota Bogor.Dugaan adanya konkalikong antara Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor dengan salah satu Calon Wali Kota Bogor semakin menguat.

Upaya memperlancar proses persyaratan, diduga kuat calon Wali Kota nomor urut 5, Dokter Rayendra melalui sang istri dengan memberikan sejumlah uang (upeti) kepada oknum Komisioner KPU Kota Bogor Dede Juhendi (DJ).

Seperti diberitakan sebelumnya terduga Istri Dokter Rayendra, yakni Fitri Rayendra mengirimkan upeti Komisioner DJ, demi memuluskan langkah calon nomor urut 5 tersebut. Terbukti dengan transaksi transfer, Rp 30 juta dari Siti Rahmah Fitriyah atau yang diduga dikenal dengan Fitri Rayendra, kepada Dede Juhendi (DJ) dan Rp 15 juta ke rekening lainnya.

Berdasarkan data dan temuan awak media, adapun upeti yang diminta tersebut DJ, diperlukan untuk biaya diantaranya, pembuatan SKCK untuk Kepala Daerah Rp 4.000.000, penetapan surat tidak dicabut hak politiknya/hak pilih yang dikeluarkan pengadilan Rp 10.000.000, surat pengeluaran tidak pernah terpidana melalui keputusan pengadilan Rp 15.000.000, penetapan surat tidak memiliki hutang yang dikeluarkan pengadilan Rp 10.000.000, surat penetapan tidak pailit yang dikeluarkan pengadilan tata niaga Rp 25.000.000, pembuatan LHKPN Rp. 30.000.000, penetapan perubahan nama dari pengadilan Rp 17.500.000.


Menyikapi hal tersebut Pengamat Kebijakan Publik Andrian Salampesy mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) dan juga Aparatur Penegak Hukum (APH) untuk segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam memuluskan administrasi bakal calon kepala daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bogor.

Andrian meyakini dugaan tersebut sangat potensi pelanggaran hukum, termasuk melanggar undang-undang tindak pidana korupsi, gratifikasi, serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

” Ya dugaan keterlibatan antara calon kepala daerah dengan penyelenggara Pilkada, indikasi kuat melanggar hukum,” ungkap Andrian, Senin (25/11/2024).

” Ini secara hukum melanggar undang-undang. Jika sudah terpublis kepada publik,  persoalan ini harus dilaporkan ke KPU pusat, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Selain itu, aparat penegak hukum juga harus menindaklanjuti,” tambah Andrian.

Lebih lanjut, Andrian mengatakan,hal ini agar dilakukan proses pemanggilan, penyelidikan, hingga penyidikan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.” Adanya alat bukti yang cukup kuat dalam pemberitaan terkait dugaan tersebut.”

“Tugas APH, adalah melengkapi barang bukti yang ada. Kami mendorong agar APH segera memanggil, menyelidiki, dan menyidik kasus ini untuk memastikan kebenaran hukum,” tegasnya.

Dan juga, sambungnya, mendesak DKPP segera turun tangan untuk memeriksa semua.

” Jelas jika terbukti, ini sudah masuk dalam Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, dimana berbunyi “ Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” tegas Andrian.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media berupaya mengkonfirmasi keterangan dari pihak Calon Wali Kota Dokter Rayendra.

Sementara pihak KPU Kota Bogor memilih bungkam, tak merespon kembali awak media.




(Dody)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *