trimedianews.com – Bogor.Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat menemukan indikasi ketidaksesuaian prosedur dalam proyek pengadaan Pneumatic Tube System (PTS) di RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Nilai kelebihan pembayaran akibat kekurangan volume pekerjaan diperkirakan mencapai Rp777.976.800.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan Atas Belanja Insfrastruktur Tahun Anggaran 2024 Pada Pemerintahan Kabupaten Bogor dan Instansi Lainnya di Cibinong, BPK menyatakan bahwa pengadaan PTS senilai Rp3.546.220.000,00 itu tidak sesuai ketentuan tata cara penyelenggaraan katalog elektronik, serta tidak dilengkapi rincian struktur harga.
Proyek ini dilaksanakan CV.LiJ berdasarkan Surat Pemesanan Nomor 000.3/063.1/SP/RSUDL dari pihak RSUD Leuwiliang pada 4 Maret 2024, dengan waktu pengerjaan 90 hari kalender. Pelaksanaan dilakukan menggunakan skema pembelian melalui e-katalog, dengan merk sistem yang digunakan adalah (Sumetzberger-Austria), kelanjutan dari instalasi tahun 2022.
Namun, BPK menemukan proses pengadaan sejak awal telah mengarah pada merk tertentu tanpa justifikasi teknis yang memadai. Bahkan, survei dan pengukuran hanya dilakukan satu kali oleh CV.LiJ dengan bantuan PT. KAS selaku distributor utama merk Sumetzberger. Akibatnya, metode pengadaan yang seharusnya menggunakan penunjukan langsung ke rantai pasok terpendek justru dilakukan melalui pihak ketiga, memperpanjang jalur distribusi dan berisiko menaikkan harga.
Penyedia Tak Penuhi Syarat Legalitas
CV.LiJ diketahui hanya bertindak sebagai subdistributor, tanpa legalitas resmi sebagai distributor tunggal dari produk Sumetzberger. Penunjukan hanya berdasarkan surat dari PT KAS, tanpa dokumen legal yang dilegalisir notaris, dan tidak memiliki Surat Tanda Pendaftaran (STP) sebagai distributor sebagaimana diatur dalam Permendag No. 24 Tahun 2021.
Hal ini mendapat sorotan tajam dari Center for Budget Analysis (CBA). Dalam catatannya, CBA menilai metode e-katalog yang digunakan dalam pengadaan ini tidak tepat guna untuk barang kompleks seperti pneumatic tube, karena tidak didahului kajian teknis yang memadai.
“CV LiJ hanya subdistributor. Secara aturan, pengadaan dari prinsipal tunggal harus langsung ke distributor resmi. Ini jelas melanggar aturan pengadaan,” ujar Jajang Nurjaman, koordinator CBA kepada media Kamis (12/5).
Dokumen Kontrak Tak Transparan, Komponen Tak Terpasang
CBA juga menyoroti kontrak pengadaan yang tidak mencantumkan spesifikasi teknis rinci seperti ukuran pipa dan jenis komponen, serta tidak adanya struktur harga dalam penawaran. Situasi ini membuat pengawasan pekerjaan menjadi kabur, dan pengendalian mutu tak bisa dilakukan dengan baik.
Temuan BPK pun memperkuat hal itu. Pada pemeriksaan fisik tanggal 16 Oktober 2024, ditemukan bahwa 222 unit Short Carrier With 2x Chips senilai total Rp777.976.800 tidak dipasang, meski telah dibayarkan sepenuhnya.
Menurut CBA, pembayaran 100% tanpa koreksi atas kekurangan volume pekerjaan menunjukkan lemahnya pengendalian kontrak dan ketidakpatuhan terhadap regulasi. Hal ini, sebut CBA, berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah.
“Pengadaan ini bertentangan dengan Perpres 12/2021, Perka LKPP No. 19/2014, dan Permendag No. 24/2021. Ini indikasi kuat pelanggaran terhadap prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengadaan,” tegas CBA.
CBA: Evaluasi Total Sistem Pengadaan RSUD
Direktur RSUD Leuwiliang dalam keterangan nya di LHP BPK Jawa Barat mengakui kelemahan pelaksanaan proyek dan menyatakan akan menindaklanjuti sesuai ketentuan. Sementara itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Bogor agar memerintahkan pengembalian kelebihan pembayaran dan mengevaluasi kinerja seluruh pihak terkait, termasuk PPK dan PPTK yang dinilai tidak cermat.
CBA dalam pernyataan resminya juga menyerukan agar Pemkab Bogor menuntut pertanggungjawaban penyedia dan pejabat pengadaan, melakukan audit investigatif atas proyek sejenis, serta mengevaluasi sistem pengadaan di RSUD agar praktik serupa tidak terulang.
“Pengadaan Pneumatic Tube System di RSUD Leuwiliang adalah contoh nyata lemahnya perencanaan, pemilihan penyedia, dan pengawasan teknis. Nilai kekurangan volume sebesar Rp777 juta lebih menunjukkan potensi pemborosan keuangan negara yang perlu ditindaklanjuti secara administratif dan hukum,” pungkas CBA.
(Dody)
Jadi Temuan BPK !!Aroma Korupsi Pengadaan Di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
