trimedianews.com – Kota Bogor.Belakangan ini kasus mengerikan terjadi di Kota Bogor, pada ajang pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, yang menyeret oknum Komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor dan salah satu Paslon Wali Kota Bogor, hal tersebut menjadi perbincangan publik yang cukup serius.
Pasalnya salah satu calon Wali Kota Bogor melalui isterinya patut diduga melakukan praktik pelanggaran hukum yakni suap dan/atau gratifikasi.
Perlu diketahui sebelumnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bogor telah menyatakan, seorang Komisioner KPU Kota Bogor, bernama Dede Juhendi, dinyatakan terbukti melanggar kode etik.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kota Bogor Supriantona Siburian menjelaskan, berdasarkan bukti yang ada, uang tersebut bukanlah gratifikasi atau bagian dari tindak pidana korupsi. Namun, tindakan Dede Juhendi dianggap melanggar kode etik sebagai Komisioner KPU.”
” Ya kami (Bawaslu) telah memeriksa empat saksi, termasuk dua Komisioner KPU, yakni Ketua KPU Kota Bogor dan Divisi Hukum.” Salah satu yang menjadi sorotan adalah Dede Juhendi, terkait laporan adanya transfer uang senilai Rp30 juta,” ungkap pria yang akrab disapa Anto Siburian beberapa waktu lalu dalam keterangan persnya.
Dari kronologi yang didapat, pada awal Juli 2024, terjadi komunikasi antara seorang Calon Wali Kota bernama Dr. Raendi Rayendra dengan Dede Juhendi.” Dalam pertemuan informal, Dr. Rayendra bertanya mengenai prosedur pencalonan Wali Kota. Dede Juhendi menjelaskan beberapa persyaratan, termasuk administrasi dan rekomendasi partai politik.
Namun, kasus ini memanas ketika Dr. Rayendra, melalui rekannya bernama Ian, meminta bantuan untuk mengurus perubahan nama resmi menjadi “Dr. Rayendra”. Permintaan ini diteruskan ke seorang advokat untuk pengurusan dokumen hukum.
Pada 16 Agustus 2024, uang sebesar Rp 30 juta ditransfer ke rekening Dede Juhendi sebagai titipan untuk membayar jasa hukum. Esok harinya, uang tersebut langsung diberikan kepada pengacara untuk mengurus surat kuasa dan perubahan nama di Pengadilan Negeri Bogor.
” Ya posisi sebagai Komisioner KPU seharusnya netral dan tidak menjadi mediator atau perantara dalam aktivitas politik. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk melimpahkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk ditindaklanjuti,” jelas Anto.