Headlines

Kasus Upeti! Mafia Demokrasi Di Tubuh KPU Kota Bogor, Pengamat Hukum : APH Harus Hadir, Ini Bukan Hanya Soal Etik

” Selain itu dapat di kenai hukuman lain yakni berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.”

” Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi, yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum,” jelasnya.

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

” Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas perbuatan yang telah terjadi hari ini kepada salah satu pasangan calon Wali Kota Bogor serta oknum komisioner KPU Kota Bogor selaku penyelenggara negara, dapat dikenai sanksi tegas. Hal ini cukup menampar dinamika demokrasi hari ini di Kota Bogor. Sekelas penyelenggara negara telah mengubah dirinya menjadi broker atau mafia demokrasi. Sangat disayangkan,” tegas Anggi.

Lebih lanjut Anggi mengatakan, dan perlu kita ketahui seksama bahwa tanpa perlu pengaduan dari masyarakat, pihak Aparatur Penegak Hukum (APH) (Kepolisian dan Kejaksaan) dapat mendalaminya lebih lanjut dan serius terhadap temuan ini.” Karena perbuatan tersebut dilakukan pada saat fase Pemilu belum dilaksanakan dan terdapat info bahwa uang dimaksud langsung masuk ke rekening oknum KPU Kota Bogor, maka jelas berdasarkan hukum jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum (Recht Delicten). Serta ada niat (mens rea) yang disadari namun tetap dilakukan oleh para subjek hukum yang berakibat melanggar hukum(actus rea).”

” Sehingga permasalahan ini jangan digiring ke persoalan etika sehingga hanya terfokus pada kinerja Bawaslu Kota Bogor, karena jawabannya hanya etika dan DKPP saja.” Melainkan APH harus hadir didalam persoalan ini tanpa perlu adanya aduan maupun desakan dari publik guna menindak temuan dimaksud,” tutup Anggi.




(Dody)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *