trimedianews.com – Depok.Sejumlah warga di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, menggelar aksi demonstrasi pada Sabtu, 5 Juli 2025, untuk menolak pembangunan sebuah gereja di wilayah mereka. Penolakan ini muncul akibat kurangnya sosialisasi dari pihak gereja mengenai rencana pembangunan tersebut.
dikutip dari merdeka.com, Ketua LPM Kalibaru, Rudi Ardiansyah, menjelaskan bahwa warga merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan yang telah dikeluarkan. Menurutnya, meskipun izin sudah diterbitkan, pihak gereja tidak melakukan mediasi atau diskusi dengan masyarakat setempat. “Warga masih menolak pendirian gereja tersebut,” tegasnya.
Rudi menekankan bahwa isu intoleransi tidak relevan dalam konteks ini, mengingat di dekat lokasi sudah terdapat dua gereja yang bersebelahan. Ia menilai masalah utama adalah kurangnya adab dan perlakuan pihak gereja terhadap masyarakat. “Dari awal belum pernah ada diskusi bersama warga, yang saya sayangkan di situ,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rudi mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses pengurusan izin yang dianggap tidak transparan. Ia juga menyebut adanya dugaan manipulasi tanda tangan warga dalam dokumen izin. “Tanda tangannya palsu yang tidak sesuai KTP, bahkan ada yang sudah meninggal tetapi masih tercantum,” tambahnya.
Penjelasan dari Pihak Gereja
Menanggapi aksi protes tersebut, Ketua Marturia Gereja GBKP Studio Alam Depok, Zetsplayrs Tarigan, memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa gereja telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan pada 4 Maret 2025. Zetsplayrs juga membantah tudingan bahwa pihak gereja tidak berkoordinasi dengan warga. Ia mengklaim telah melakukan pertemuan dengan Camat, lurah, serta pengurus RT dan RW sebelum pelaksanaan peletakan batu pertama.
Zetsplayrs menegaskan bahwa gereja berencana menghibahkan sebagian tanah untuk pembangunan jalan dan saluran air. “Kami akan membangun gereja dengan tiang untuk mengantisipasi masalah banjir,” ujarnya. Ia juga menyatakan komitmen untuk memberikan bantuan kepada warga dalam berbagai kegiatan, termasuk acara 17 Agustus.
Ia meluruskan bahwa semua proses perizinan telah dipenuhi dan sudah ada dukungan dari 60 warga. “Proses sudah ditempuh hingga keluar izin mendirikan bangunan, dan kami sudah sering bertemu dengan pengurus RW dan RT,” pungkasnya.
Ketegangan antara warga dan pihak gereja di Cilodong menunjukkan perlunya komunikasi yang lebih baik dalam setiap rencana pembangunan. Sementara warga menuntut transparansi dan dialog, pihak gereja berupaya untuk membuktikan bahwa semua prosedur telah dijalankan sesuai aturan. Aksi ini menyoroti pentingnya kolaborasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi lingkungan mereka.
(Fhirman)