trimedianews.com – Bogor.KH.Raden Abdullah Bin Nuh adalah salah satu ulama terkemuka di Indonesia, khususnya di wilayah Bogor, Jawa Barat. Ia dikenal sebagai sosok yang berpengaruh dalam pendidikan Islam, tasawuf, dan dakwah. Dalam perjalanan hidupnya, K.H.Abdullah Bin Nuh memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat Islam, yang patut dicatat dan dikenang.
Riwayat Hidup
K.H.Raden Abdullah Bin Nuh lahir pada 30 Januari 1905 di Cianjur, Jawa Barat. Ia berasal dari keluarga ulama yang terhormat. Sejak kecil, ia menunjukkan bakat luar biasa dalam bidang agama dan bahasa. Pada usia delapan tahun, ia sudah mampu berbicara dalam bahasa Arab. Pendidikan formalnya dimulai di Madrasah Al-I’anah di Cianjur dan dilanjutkan ke beberapa lembaga pendidikan.
Kemudian ia meneruskan pendidikan ke tingkat menengah di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah. Bakat dan kemampuannya dalam sastra Arab di pesantren ini begitu menonjol. Dalam usia 13 tahun, ia sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab. Oleh gurunya, artikel dan syair karya Abdullah dikirim ke majalah berbahasa Arab yang terbit di Surabaya. Setamat dari Syamailul Huda, ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Hadramaut School di Jalan Darmo, Surabaya. Di sekolah ini, ia tidak hanya menimba ilmu agama, tetapi juga digembleng gurunya Sayyid Muhammad bin Hasyim dalam hal praktek mengajar, berpidato dan kepemimpinan. Saat menimba ilmu disini pula, ia diberi kepercayaan untuk menjadi guru bantu. Selama di Hadramaut School, KH Abdullah bin Nuh mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya, antara lain: mengajar, berdiskusi, keterampilan berbahasa dan lainnya. Di Surabaya pula Abdullah menjadi seorang redaktur majalah mingguan berbahasa Arab, Hadramaut.
Kemahirannya dalam bahasa Arab mengantarkan KH Abdullah bin Nuh dikirim ke Universitas al Azhar, Kairo, Mesir.Di sana ia masuk ke Fakultas Syariah dan mendalami fiqih Mazhab Syafii. Setelah dua tahun belajar di Al Azhar, KH Abdullah bin Nuh berhasil mendapat gelar Syahadatul ‘Alimiyyah yang memberinya hak untuk mengajar ilmu-ilmu Keislaman.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1928, KH.Abdullah Bin Nuh aktif dalam pendidikan dan gerakan Islam. Selama masa penjajahan Jepang, ia bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA) pada tahun 1943-1945, wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor.Sejarah mencatat bahwa PETA lahir pada bulan Nopember 1943, lalu diikuti lahirnya Hizbullah beberapa minggu kemudian dimana para alim ulama kemudian masuk menjadi anggotanya. Tahun 1943 tersebut benar-benar merupakan tahun penderitaan yang amat berat khususnya bagi umat Islam dan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Boleh dikatakan bahwa saat itu adalah salah satu ujian paling berat bagi bangsa Indonesia. Pada akhir tahun 1943 itulah KH Abdullah bin Nuh masuk PETA dengan pangkat Daidanco yang berasrama di Semplak Bogor. Tahun 1945-1946, ia memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun 1948-1950, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta
Dalam masa revolusi fisik ini, ia juga tercatat menjadi salah seorang pendiri Sekolah Tinggi Islam, yang kini dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta.
Dikutip dari Nu Online silsilah dari KH.R.Abdullah bin Nuh sebagai berikut : KH Abdullah bin Nuh putera RH Idris, putera RH. Arifin, putera RH Sholeh putra, RH Muhyiddin Natapradja, putra R Aria Wiratanudatar V (Dalem Muhyiddin), putra R Aria Wiratanudatar IV (Dalem Sabiruddin), putra R Aria Wiratanudatar III (Dalem Astramanggala), putra R Aria Wiratanudatar II (Dalem Wiramanggala), putra R AnaWiratanudatar I (Dalem Cikundul)
Kontribusi bagi Masyarakat Islam di Bogor
Pendidikan
Salah satu jasa terbesar KH.Raden Abdullah Bin Nuh adalah dalam bidang pendidikan. Ia mendirikan Pesantren Al-Ghazali di Bogor, yang menjadi pusat pendidikan Islam bagi generasi muda. Pesantren ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mempersiapkan santri untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat. Dengan filosofi pendidikan sepanjang hayat, ia mendorong santri untuk terus belajar, baik secara formal maupun informal.
KH R.Abdullah bin Nuh terkenal dengan pemikirannya yang mendalam tentang al-Ghazali. Pertama, ia mengajar rutin kitab Ihya’Ulumuddin dalam pengajian mingguan yang dihadiri banyak ustadz-ustadz di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan sekitarnya. Kedua, sejak kecil ia mendapat pelajaran dari ayahnya Muhammad Nuh bin Idris, kitab-kitab Imam al-Ghazali, di antaranya Ihya’ Ulumuddin. Ketiga, ia menamakan pesantrennya dengan nama Pesantren al-Ghazali.
Lebih dari 20 buku telah dihasilkan oleh KH Abdullah bin Nuh dalam berbagai bahasa. Di antara karyanya yang terkenal adalah : (1) Kamus Indonesia-Inggris-Arab (bahasa Indonesia), (2) Cinta dan Bahagia (bahasa Indonesia), (3) Zakat dan Dunia Modern (bahasa Indonesia), (4) Ukhuwah Islamiyah (bahasa Indonesia), (5) Tafsir al Qur’an (bahasa Indonesia), (6) Studi Islam dan Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Banten (bahasa Indonesia), (7) Diwan ibn Nuh (syiir terdiri dari 118 kasidah, 2731 bait), (8) Ringkasan Minhajul Abidin (bahasa Sunda), (9) Al Alam al Islami (bahasa Arab), (10) Fi Zhilalil Ka’bah al Bait al Haram (bahasa Arab), (11) Ana Muslimun Sunniyun Syafi’iyyun (bahasa Arab), (12) Muallimul Arabiyyah (bahasa Arab), (13) Al Islam wa al Syubhat al Ashriyah (bahasa Arab), (14) Minhajul Abidin (terjemah ke bahasa Indonesia), (15) Al Munqidz min adl-Dlalal (terjemah ke bahasa Indonesia), (16) Panutan Agung (terjemah ke bahasa Sunda).
Dakwah dan Penyiaran
KH.Abdullah Bin Nuh juga dikenal sebagai seorang jurnalis dan penyiar radio. Ia mendirikan program berbahasa Arab di Radio Republik Indonesia (RRI) yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam dan mendidik masyarakat. Melalui media ini, ia berhasil menjangkau masyarakat luas dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Islam.
Sekalipun ia mantan pimpinan Daidanco yang nota bene berbasis kemiliteran, tapi ia sangat menghendaki dalam penyelesaian masalah penuh dengan kelembutan. Ia selalu lembut dalam menghadapi berbagai masalah, tetapi sangat keras kalau sudah menyangkut pelecehan akidah.
Tasawuf dan Spiritualitas
Dalam pengembangan pemikiran tasawuf, K.H.Abdullah Bin Nuh mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengajarkan pentingnya keseimbangan antara aspek duniawi dan spiritual, serta mendorong umat Islam untuk menjalani kehidupan yang berakhlak. Ajarannya tentang tasawuf menjadi rujukan bagi banyak orang yang mencari makna hidup dalam konteks spiritual.
Kegiatan Sosial
Sebagai seorang ulama, KH.Abdullah Bin Nuh juga aktif dalam kegiatan sosial. Ia sering terlibat dalam berbagai program kemasyarakatan yang bertujuan membantu masyarakat kurang mampu. Melalui lembaga-lembaga yang didirikannya, ia memberikan bantuan pendidikan dan kesehatan kepada masyarakat, sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka.
Selama masa hidupnya, KH Abdullah bin Nuh juga sering menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan dan seminar-seminar tentang Islam di beberapa negara, antara lain Arab Saudi, Yordania, India, Irak, Iran, Australia, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Ia juga aktif dalam kegiatan Konferensi Islam Asia Afrika sebagai anggota panitia dan juru penerang yang terampil dan dinamis. Selama hidupnya, tokoh NU yang telah mendunia dan memiliki persahabatan dengan raja Yordania dan para pemimpin mancanegara lainnya ini telah banyak menulis buku baik dalam Bahasa Arab, Indonesia maupun Sunda, terjemahan maupun pemikirannya. Buku terjemahannya yang paling dikenal yaitu Minhajul ‘Abidin (Menuju Mukmin Sejati) dari karya Imam al-Ghazali, sedangkan buku karangannya yang paling dikenal dan terus dipelajari oleh para santrinya di beberapa pesantren yang berada di Bogor, Cianjur dan Sukabumi, yaitu Ana Muslim.
Dalam memahami pemikirannya, kita perlu merunut tulisan-tulisan yang telah ia terbitkan. Pada tahun 1925 ia menulis prosa yang berjudul Persaudaraan Islam (diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh istrinya, Ibu Mursyidah). Dalam tulisan ini nampak jelas keinginan KH Abdullah bin Nuh supaya kaum muslimin di dunia ini bersatu padu menjadi suatu kekuatan yang dilandasi oleh rasa persaudaraan, tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Diantaranya ia menyatakan: ”Anda saudaraku, karena kita sama-sama menyembah Tuhan yang satu. Mengikuti Rasul yang satu. Menghadap kiblat yang satu. Dan terkadang kita berkumpul di sebuah padang luas, yaitu Padang Arafah. Kita sama-sama lahir dari hidayah Allah. Menyusu serta menyerap syariat Nabi Muhammad Saw. Kita sama-sama bernaung dibawah langit kemanusian yang sempurna. Dan sama-sama berpijak pada bumi kepahlawanan yang utama”.
K.H.Raden Abdullah Bin Nuh adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah Islam di Bogor. Melalui pendidikan, dakwah, dan pengembangan tasawuf, ia telah meninggalkan warisan yang berarti bagi masyarakat. Jasanya dalam mendidik generasi muda dan meningkatkan kesadaran spiritual masyarakat Islam di Bogor patut dikenang dan dihargai. K.H.Abdullah Bin Nuh bukan hanya seorang ulama, tetapi juga pahlawan yang telah memberikan cahaya bagi umat Islam di tanah air.
Refrensi:
1. Pemikiran Tasawuf K. H. Raden Abdullah Bin NuhDan Relevansinya Dalam Konteks Kehidupan Era Modern, Yasirul Musyaffa, M. Syukron Jazilah, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta, Indonesia.
2. https://nu.or.id/tokoh/kh-abdullah-bin-nuh-ulama-produktif-yang-mendunia-LvVL4
(Fhirman)