Oleh: Yudha Rendy
trimedianews.com – Jakarta.Alih-alih mendapat efek jera tertangkap saat pesta narkoba, Kamis malam (28 Agustus 2025), lima pengusaha Lampung, justru mendapat perlindungan Badan Nasional Narkotika (BNN) Provinsi Lampung.
Penangkapan bermula dari Zadanya peredaran dan pemakaian narkoba di hotel ternama Lampung, Grand Mercure, di Jl. Raden Intan, Bandarlampung.
Setelah dilakukan pengintaian, di pimpin kombes Pol. Yoce marthen, pihak garda terdepan pemberantasan narkoba itu bergerak cepat dan mengamankan sebelas orang yang terdiri dari 5 (lima) pengusaha ternama bersama lima (lima) orang pemandu yang menemani berpasangan pesta narkoba, serta seorang lain yang dinyatakan negatif urinenya.
Kesepuluh yang positif urine masing-masing:
- M.R.P. – 35 tahun, Lampung
- S.A.W.H. – 35 tahun, Lampung
- R.M.L. – 44 tahun, DKI Jakarta
- W.B. – 34 tahun, Lampung
- S.B.L. – 36 tahun, Lampung
- S.F. – 24 tahun, Lampung Utara
- A.T.W. – 26 tahun, Lampung Timur
- F.W.A. – 24 tahun, Lampung
- N.C.S. – 24 tahun, Jawa Tengah
- R.A.S. – 24 tahun, Lampung Selatan
Dari mereka di temukan barang bukti pil narkoba jenis ekstasi sebanyak 7 (tujuh) butir berbagai merek. Dari informasi diketahui jenis pil sebelumnya berjumlah 20 (duapuluu butir) dan 13 (tigabelas) butir sudah di konsumsi.
Anehnya tidak sampai satu pekan, semua yang berpesta di hotel termegah di Provinsi Lampung (kuat dugaan bersama pengedarnya), dibebaskan dengan dalih dilakukan rehabilitasi.
Tentunya ini memantik kemarahan masyarakat Lampung. Tergabung dalam Aliansi Anti Narkoba se-Provinsi Lampung, masyarakat mendatangi Sekretariat BNNP Lampung, di Jl.Ikan Bawal, Telukbetung. Meminta agar para pengedar dan pengguna narkoba yang berpesta ekstasi di Hotel Grand Mercure, kembali ditangkap dan di proses sesuai aturan hukum.
Namun setelah di beri waktu satu pekan, BNNP Lampung tidak bergeming, sehingga Selasa (16 September 2025), massa mengepung Sekretariat BNNP meminta pertanggungjawaban.
Massa melakukan aksi sambil berorasi, seraya mendesak pihak BNNP keluar ruangan karena massa menolak audiensi.
Ketka di lakukan dialog di halaman Kantor BNNP Lampung, akhirnya di ketahui lembaga yang seharusnya perang terhadap narkoba itu telah asal-asalan memberikan rujukan rehabilitasi kepada à yang berpesta narkoba, dengan tidak bisa menjelaskan alasan terperinci di keluarkannya mereka.
Atas dasar inilah berbagai spekulasi beredar hingga telah ada suap-suap sebesar Rp1,5 milyar pun merebak. Meski massa aksi tidak mau terpengaruh dengan isu beredar namun memastikan akan meneruskan kasus ini.
Menurut salah seorang penggelar aksi, Gunawan Pharrikesit, laporan akan di tujukan ke Polda Lampung. Pasalnya antara lain pelanggaran terhada Pasal 221 KUHP, tentang obstruction of justice
“Pasal ini menempatkan situasi para pejabat BNNP Lampung, bisa menjalani sidang disiplin dengan penjatuhan hukuman pada sidang kode etik, hingga hukuman pidana berdasar pelanggaran terhadap KUHP,” ungkap Gunawan Pharrikesit, yang juga pengacara nasional ini.
Advokat yang kerap memenangkan kasus pidana, perdata, hingga tata usaha negara (TUN) di beberapa wilayah di Indonesia ini menegaskan pihak BNNP Lampung telah melakukan perbuatan pidana berupa penghalang proses hukum.
“Perbuatan bermula dari aksi BNNP dengan target pihak yang kerap berpesta narkoba di Karaoke Astronom, Hotel Grand Mercury, Jl. Raden Intan, Bandarlampung, Kamis (28 Agustus 2025”.
Dalam operasi itu, lanjutnya, sebelas orang berhasil diamankan, terdiri dari enam laki-laki dan lima perempuan pemandu lagu (PL).
Dari enam laki-laki tersebut, lima di antaranya diketahui merupakan kader dan pengurus Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Lampung, periode 2025–2030.
“Ternyata nyali BNNP Lampung, yang saat itu di pimpin oleh seorang pelaksana tugas (Plt), Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Karyoto, tidak sebesar lembaga yang dipimpinnya. Atau mungkin ada pihak penggede di belakangnya?,” tanya ketua Tim Pembela Ulama dan Aktifis (TPUA) Lampung ini.
Bagaimana mungkin BNNP Lampung, kemudian membebaskan kesebelas orang yang tertangkap tersebut dengan memberikan “hadiah” rehabilitiasi terhadap penikmat dan pemesta narkoba. Naudzubillah…..
“Alasan BNNP Lampung juga tidak logis dan jelas menyalahi standar operasional prosedur (SOP), yang merupakan dokumen tertulis berisi instruksi terperinci untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas secara konsisten, efektif, dan efisien, sesuai standar yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi”.
SOP berfungsi sebaga pedoman bagi para pelaksana tugas agar hasil pekerjaan seragam dan sesuai tujuan, serta membantu menjaga reputasi dan kualitas pelayanan organisasi.
Menjadi jelas disini, alasan dilakukannya rehap hanya karena jumlah barang bukti tersisa dalam pesta narkoba itu adalah 7 (tujuh) butir pil ekstasi, sehingga ketentuan berdasar Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, adalah menjalani rehabilitasi.
Namun bukan berarti rehabilitasi itu bisa dengan mudah sebagai hadiah yang nantinya bisa justru bisa menyebabkan penggunaan narkona semakin marak.
Ada prosedur dalam SEMA yang dimaksud, yaitu proses pengadilan untuk menetapkan apakah para pengguna akan rehab media atau pidana. Bukan “semaunya saja seperti yang dilakukan BNNP Lampung.
Uniknya pihak BNNP Lampung selalu “membantalkan” instutusi lain seperti kepolisian dan kejaksaan, dengan dalih institusi tersebut sudah memberikan asesmen, sebagain Tim Asesmen Terpadu (TAT), yang juga sesungguhnya dibentuk oleh oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Tim ini bertugas menilai apakah tersangka penyalahguna narkotika harus direhabilitasi atau diproses hukum lebih lanjut. Tim ini terdiri dari ahli medis dan ahli hukum yang bekerja sama dalam asesmen komprehensif yang meliputi aspek medis, psikologis, dan sosial untuk menentukan status penyalahguna atau pengedar narkotika, serta untuk merekomendasikan rehabilitasi medis dan/atau sosial.
“Sesungguhnya kealpaan dari BNNP Lampung dalam peranannya memberikan kebijakan rehab dengan menggunakan alasan SEMA No.4 tahun 2010 adalah, dalam.SEMA tersebut mengatur bahawa untuk menentukan apakah rehab atau lanjut pidana dengan tegas diatur melalui putusan hakim di pengadilan,” papar Gunawan Pharrikesit, yang juga berkantor di Jakarta.
Atas dasar ini jelas BNNP.Lampung sudah menyalahi wewenang, tidak sesuai SOP dan terindikasi melakulan perintangan hukum.
Klausal persesuaian lainnya terjahadap prilaku obstruction of justice BNNP Lampung terhadap kasus ini adalah, “paket” rehabilitasi yang diberikan kepada semua yang berpesta ekstasi di ruang kataoke Hotel Grand Mercury, Bandarlampung.
Tanpa memilah siapapun termasuk yang mengedarkan narkoba sehingga terjadilan peata LAKNAT itu. Pesta narkoba dengan berpasang-pasangan lain jenis bukan muhrim, yang juga sudah melanggar norma agama.
BNNP Lampung tidak menjadikan penerima uang untuk kemudian memesan pil ekstasi (masuk kategori pengedar). Kenapa yang ini juga di lepas dan di rehab…..?
Hancur bangsa jika dibiarkan.
(Deni.F)