trimedianews.com – Kota Bogor.Mahasiswa sering kali dipandang sebagai individu yang tugas utamanya adalah belajar, mengejar prstasi, dan meraih gelar. Namun, peran mahasiswa tidak berhenti di ruang kelas atau laboratorium. Benar, tugas akademik adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan mahasiswa.
Namun, jangan sampai terjebak dalam paradigma sempit yang memandang kuliah hanya sebagai rutinitas untuk meraih gelar. Ilmu pengetahuan yang kita peroleh di kampus harus menjadi landasan untuk aksi nyata, untuk berkontribusi bagi masyarakat. Sebagai bagian dari generasi muda yang memiliki energi dan idealisme tinggi, mahasiswa juga patutnya memiliki Tanggung Jawab Moral dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sejarah telah mencatat bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam berbagai gerakan sosial dan politik. Dari perjuangan kemerdekaan hingga gerakan reformasi, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan perubahan yang lebih baik. Sejarah telah mencatat bahwa mereka pernah menentang ketidakadilan dan penyimpangan moral yang terjadi di pemerintahan maupun masyarakat. Sebuah gerakan kolektif yang menunjukkan kekuatan solidaritas dan kesadaran politik di kalangan kaum intelektual muda, telah menunjukkan perubahan besar yang berhasil menggulingkan rezim otoriter. Mahasiswa sering kali menjadi motor penggerak, baik massa demonstrasi maupun aksi media digital, mereka menyuarakan aspirasi masyarakat yang sering kali diabaikan oleh pemegang kekuasaan.
Hal ini bukan hanya sekadar bentuk protes, melainkan cerminan dari kepedulian dan tanggung jawab moral terhadap bangsa dan menunjukkan bahwa tanggung jawab mahasiswa tidak hanya sebatas mendapatkan nilai yang baik di kampus, tetapi juga terlibat aktif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dan menegakkan nilai-nilai kebenaran serta keadilan.
Dalam hiruk-pikuk kehidupan kampus, sayangnya, tak semua mahasiswa memiliki semangat yang sama untuk terlibat dalam pergerakan. Ada yang lebih memilih tenggelam dalam dunia akademik, mengejar nilai sempurna dan gelar sarjana sebagai tujuan utama. Mereka beranggapan, apa gunanya turun ke jalan, berteriak lantang menyuarakan aspirasi, jika pada akhirnya hanya berujung pada bentrokan dan kekecewaan. Bagi mereka, pergerakan mahasiswa hanyalah buang-buang waktu, mengganggu konsentrasi belajar, dan bahkan berpotensi merusak masa depan. Stigma negatif yang melekat pada aktivis mahasiswa, seperti “sok jago” atau “kurang kerjaan”, semakin memperkuat antipati mereka. Mereka lebih memilih untuk menjadi mahasiswa “kupu-kupu”, kuliah-pulang, tanpa peduli dengan isu-isu sosial-politik yang terjadi di sekitar mereka. Tekanan akademik yang tinggi, tuntutan untuk segera lulus dan mendapatkan pekerjaan yang layak, serta kondisi ekonomi keluarga yang sulit, menjadi alasan lain mengapa sebagian mahasiswa enggan terlibat dalam pergerakan. Mereka merasa tidak memiliki waktu atau energi untuk memikirkan hal-hal lain selain urusan pribadi.
Media sosial, yang seharusnya menjadi sarana untuk menyebarkan informasi dan membangun kesadaran, justru sering kali memperparah keadaan. Ilusi keterlibatan sosial melalui aktivitas daring membuat sebagian mahasiswa merasa sudah cukup berkontribusi hanya dengan memberikan like atau komentar di media sosial. Mereka lupa bahwa aksi nyata di lapangan jauh lebih berdampak daripada sekadar cuitan di dunia maya. Kurangnya pemahaman tentang sejarah dan peran penting pergerakan mahasiswa juga menjadi faktor penyebab apatisme. Mereka tidak menyadari bahwa suara mereka memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan.
Di tengah arus individualisme dan apatisme yang merajalela, tanggung jawab moral mahasiswa justru semakin mendesak untuk ditegakkan. Lebih dari sekadar gelar sarjana, mahasiswa mengemban amanah sebagai penjaga nurani bangsa. Suara lantang mereka adalah cerminan dari hati nurani rakyat, dan tindakan nyata mereka adalah bukti dari kepedulian terhadap sesama. Integritas, kejujuran, dan keadilan adalah pilar-pilar moral yang harus dijunjung tinggi oleh setiap mahasiswa. Mereka adalah teladan bagi generasi muda, inspirasi bagi masyarakat, dan pengawal bagi kebenaran. Di pundak mereka, harapan akan masa depan yang lebih baik bertumpu, di mana keadilan dan kesejahteraan menjadi hak bagi setiap insan.
(Dody)
Sumber :Â
Abel Marcelino Tampubolon (Sekretaris Jendral GMKI Bogor)
Mahasiswa : Akademik Dan Moral Force
