“Apakah manusia berhak merusak keajaiban yang tak dapat diciptakannya? Raja Ampat adalah karya agung semesta, bukan sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi semaunya. Pertambangan nikel harus tunduk pada etika penjagaan, bukan nafsu penaklukan.”
Raja Ampat, gugusan pulau di ujung barat laut Papua, telah lama dielu-elukan sebagai salah satu surga keanekaragaman hayati laut dunia. Keindahan bawah lautnya yang tak tertandingi, dengan terumbu karang yang sehat dan ribuan spesies ikan, menjadikannya magnet bagi ilmuwan, penyelam, dan wisatawan dari seluruh penjuru bumi. Namun, bayang-bayang gelap kini mulai muncul
Pembangunan yang bijaksana adalah yang merangkul alam, bukan untuk mengorbankan alam itu sendiri
Ancaman Nyata terhadap Keberlanjutan Raja Ampat Aktivitas penambangan nikel di beberapa pulau di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Manuran, dan Pulau Batang Pele, telah memicu kekhawatiran besar. Laporan terbaru bahkan menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang signifikan, seperti air laut yang keruh, terumbu karang yang rusak, dan ekosistem yang terancam.
upaya eksplorasi nikel di Raja Ampat memicu kekhawatiran serius dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, hingga pegiat pariwisata. Kritik terhadap rencana ini berakar pada beberapa poin krusial yang mengancam keberlanjutan ekologi dan sosial ekonomi wilayah setempat
Penambangan nikel, terutama dengan metode terbuka, dikenal sebagai salah satu industri yang paling merusak lingkungan. Prosesnya melibatkan pembukaan lahan skala besar, pengupasan lapisan tanah, dan penggunaan bahan kimia yang berpotensi mencemari tanah, air, dan udara. Di Raja Ampat, dampak ini akan jauh lebih parah mengingat karakteristik geologisnya yang sebagian besar berupa pulau-pulau kecil dan ekosistem karst yang rapuh. Lumpur, sedimen, dan limbah beracun dari kegiatan penambangan dapat dengan mudah mencemari perairan pesisir, merusak terumbu karang, lamun, dan hutan bakau yang merupakan rumah bagi jutaan biota laut. Kerusakan ini tidak hanya menghilangkan keindahan alam, tetapi juga memutus mata rantai makanan dan mengancam kelangsungan hidup spesies endemik yang hanya ditemukan di Raja Ampat.
ancaman terhadap mata pencarian masyarakat lokal. Selama ini, masyarakat Raja Ampat sangat bergantung pada sumber daya alam, khususnya dari sektor perikanan dan pariwisata bahari. Keindahan alam Raja Ampat telah menciptakan ekowisata yang berkembang pesat, memberikan penghidupan bagi ribuan keluarga melalui homestay, pemandu wisata, operator selam, dan sektor pendukung lainnya. Jika penambangan nikel beroperasi, kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akan secara langsung menghancurkan fondasi ekonomi ini. Air yang tercemar dan terumbu karang yang mati akan mengusir ikan dan wisatawan, meninggalkan masyarakat dengan sumber daya yang habis dan mata pencarian yang hilang. Janji-janji kesejahteraan dari penambangan seringkali hanya bersifat sementara dan tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang yang harus ditanggung.
pelanggaran hak-hak masyarakat adat. Masyarakat adat di Raja Ampat telah hidup berdampingan dengan alam selama berabad-abad, menjaga dan melestarikan lingkungan mereka melalui kearifan lokal. Lahan yang menjadi target penambangan seringkali adalah wilayah adat yang memiliki nilai spiritual dan budaya yang mendalam. Proses perizinan penambangan seringkali abai terhadap prinsip persetujuan tanpa paksaan, didahului informasi lengkap (PPLP/FPIC), mengabaikan suara dan keberatan masyarakat adat. Ini adalah bentuk ketidakadilan struktural yang mengancam keberlangsungan budaya dan identitas mereka.
Raja Ampat sendiri telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan masuk dalam daftar situs penting keanekaragaman hayati global. Membiarkan penambangan nikel di wilayah ini adalah bentuk kemunduran yang mencoreng komitmen tersebut. Prioritas harusnya diberikan pada pengembangan ekonomi hijau yang selaras dengan keberlanjutan lingkungan, bukan industri ekstraktif yang merusak!!
Perencanaan pemerintah terhadap penambangan nikel di Raja Ampat adalah keputusan yang tidak logis dan pendek akal . Ini adalah pertukaran jangka pendek yang merugikan jangka panjang, mengorbankan surga keanekaragaman hayati dan mata pencarian berkelanjutan demi keuntungan sesaat. Sudah saatnya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan bersikap tegas, melindungi Raja Ampat dari ancaman industri ekstraktif, dan memastikan bahwa “surga terakhir” ini tetap lestari untuk generasi mendatang
Mendesak pemerintah agar:
-Menolak secara tegas semua permohonan izin penambangan nikel di Raja Ampat.
-Memperkuat status perlindungan Raja Ampat sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan situs warisan dunia.
-Melakukan kajian komprehensif mengenai potensi nikel di Raja Ampat.
-Melibatkan masyarakat adat dalam setiap keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam di wilayah mereka.
Oleh : Logis Satria Zebua (Kabid Akspel GMKI Bogor)
(Galuh)